Agama Islam sangat menganjurkan kita semua untuk
mengingat-ingat mati. Beda banget lho, dengan orang-orang bule Barat yang sudah
lama mengembangkan budaya takut menghadapi mati. Padahal tidak usah pakai
perenungan yang dlaam pun kit atahu kalau kematian itu pasti datangnya.
Kematian itu datangnya tidak terelakkan.
Setiap orang pasti mati. Hidup ini hanya terdiri dari beberapa menit, hari, bulan, dan tahun. Anda yang masih muda juga bisa mengalami mati, lho! Mati itu tidak hanya urusan orang-orang gede dan orangtua. Apapun aktivitas anda di dunia, anda harus ingat empat kenyataan ini: Satu, tidak ada makhluk hidup yang tidak akan mati. Dua, tidak ada yang sanggup menunda kematian, termasuk dokter terhebat di dunia. Tiga, tidak ada yang tahu kapan kematian datang. Empat, tidak ada yang tahu dimana kematian datang.
Setiap orang pasti mati. Hidup ini hanya terdiri dari beberapa menit, hari, bulan, dan tahun. Anda yang masih muda juga bisa mengalami mati, lho! Mati itu tidak hanya urusan orang-orang gede dan orangtua. Apapun aktivitas anda di dunia, anda harus ingat empat kenyataan ini: Satu, tidak ada makhluk hidup yang tidak akan mati. Dua, tidak ada yang sanggup menunda kematian, termasuk dokter terhebat di dunia. Tiga, tidak ada yang tahu kapan kematian datang. Empat, tidak ada yang tahu dimana kematian datang.
Ada seorang remaja yang sedang duduk-duduk di sebelah Nabi
Sulaiman. Izrail, si malaikat pencabut nyawa, datang sambil memperlihatkan
wujudnya kepada si remaja. Kehadiran Izrail membuat si remaja ketakutan.
“Siapa itu ya, Nabi Allah?” tanya si remaja kepada Nabi
Sulaiman. Sulaiman bilang kalau itu adalah malaikat maut.
Si remaja bilang, “Wahai Nabi Allah, aku sangat takut
dengannya. Tolong terbangkan aku ke tempat yang jauh. Ke India saja! Yang penting,
aku bisa sejauh mungkin dari Izrail si malaikat maut itu!”
Yang mulia Nabi Sulaiman memerintahkan angin membawa si
remaja terbang ke India. Maka, terbanglah si remaja ke India saat itu juga
bersama angin. Setelah itu, beberapa menit kemudian, Izrail datang lagi. Nabi
Sulaiman berkata kepada Izrail, “Hey Izrail, kenapa kamu memperlihatkan wujudmu
di mata si remaja tadi?”
Izrail si malaikat maut itu menjawab, “Aku diperintahkan
oleh Allah untuk mencabut nyawa si remaja di India (nah, lho!). Aku kaget
melihat dia duduk disini. ‘Sedang apa dia disini,’ pikirku. Sekalian saja aku
memperlihatkan diri.”
Lihat, sebagaimana pun takutnya anda dengan yang namanya
mati, mau kabur kemana pun, dia pasti datang, kan? Jadi, yang paling penting
bukanlah mencari tempat yang aman dari kematian, tapi bagaimana caranya
menghadapi kenyataan kalau kita semua akan mati. Sebenarnya, dengan mengingat
kenyataan kalau setiap orang itu bisa mati kapan dan dimana pun, anda akan
hidup dengan lebih sadar dan bertanggung jawab. Anda akan banyak memanfaatkan
waktu daripada berpikir masih ada waktu yang tidak terbatas untuk mengerjakan
ini dan itu.
Sebelum meninggal dunia, Nabi Muhammad S.A.W bersabda kepada
sahabat-sahabatnya, “Aku meninggalkan bagi kalian dua guru setelah aku pergi
Satu guru yang berkata dan satunya lagi guru yang diam. Guru yang berkata
adalah Al-Qur’an, sedangkan guru yang diam adalah kematian.”
Kematian adalah guru, kata Nabi S.A.W. Jangan seperti orang
Barat, yang menganggap kematian sebagai ancaman.
Menurut Al-Ghazali, cara kita mengingat mati dimulai dengan
cara seperti ini: pertama, ingatlah
saudara atau teman anda yang sudah lebih dulu meninggal dunia, lalu bandingkan
dengan umur anda sendiri (mungkin tidak anda mati sekarang?). Anda mungkin
pernah punya teman yang mati muda. Teman sekelas saya dulu meninggal dunia cuma
sehari sehabis menjenguk dan memberi komentar tentang patah tulang saya. Kedua, ingat-ingatlah kekayaan,
kehormatan, dan ketenaran yang mereka punya, tonggak tinggi yang mereka
tegakkan, tubuh indah yang mereka dulu pamerkan, semuanya itu sekarang jadi
debu yang tidak ada artinya. Tidak ada jejak mereka yang tertinggal, mereka
masuk ke dalam lubang yang gelap. Ketiga,
ingatlah bagaimana mereka berjalan dan sekarang seluruh tulang-tulang sendinya
terpisah-pisah, lalu lidah, yang dengannya mereka bicara macam-macam dengan
entengnya, kini dimakan ulat-ulat, gigi mereka rusak berkarat. Banyak orang
yang menyimpan harta untuk dua-tiga puluh tahun ke depan, padahal siapa tahu
dia mati keesokan harinya.
Ada sebuah contoh drama misteri yang tokoh utamanya adalah
orang yang akan menemui kematian. Dia mencari orang siapa yang akan menemani di
kuburan untuk membelanya di pengadilan Allah nanti.
“Jangan aku!” kata teman-temannya.
“Jangan aku!” kata anak-anaknya.
“Jangan aku!” kata istrinya.
“Jangan aku!” kata ustadznya.
“Jangan aku! Jangan aku! Jangan aku!” kata sawah-ladangnya,
kebunnya, domba-dombanya, masnya, dan semua harta bendanya.
Tapi...
“Aku akan bersamamu,” kata amalnya. Amal-amal itu mengikuti
sampai ke kuburan, selalu ada di sampingnya. Orang itu dan amalnya mengetuk
pintu kematian bersama.
Apa yang akan anda bawa bersama menuju kota kematian
bukanlah kantong uang, handphone,
dompet, juga bukan foto-foto di dompet anda. Lihatlah kereta jenazah yang
diikuti oleh kerabat, teman dekat, teman jauh, tetangga, dan orang-orang lain
yang begitu ramai. Tidak ada yang mau mengikuti anda, kecuali kebaikan-kebaikan
dan keburukan-keburukan yang anda lakukan selama hidup di dunia.
Guru sufi mengajarkan kalimat ini: “Matilah sebelum mati.”
Konon, salah satu arti kalimat itu adalah: selama anda hidup, anda harus
berusaha belajar merenungkan apa yang akan terjadi sehabis mati nanti. Semakin
sering anda memaknai kematian, akan semakin bijaklah anda memandang apa itu
mati. Semakin bijak anda memandang mati, maka hidup anda akan jadi lebih
bermakna.
Maulana Rumi mengajarkan kita kurang lebih begini: saat anda
turun ke bumi sebagai makhluk Allah, sebelum anda disebut manusia, anda dulu
hanyalah sebutir mineral, lalu kemineralan anda mati menjadi tumbuhan; setelah
mati sebagai tumbuhan, jadilah anda hewan. Setelah melewati fase hewan, baru
anda menjadi manusia, punya pikiran, pertimbangan, kesadaran, dan keyakinan.
Kita mulai dari mineral. Sifat mineral anda adalah sifat
anda yang mati. Anda tidak punya keinginan, tidak punya hasrat, anda sangat
menerima dengan keadaan. Hidup anda statis dan tidak kritis sama sekali dengan
keadaan yang semrawut. Sementara dunia memanggil anda dengan banyak sekali
persoalan yang harus anda bereskan, anda terkantuk-kantuk dengan kopi dan
pisang goreng di sudut kamar. Apakah anda mau diam tertidur sementara di
samping sebuah mal, bayi-bayi kecil harus pindah dari rumah gubuknya yang akan
digusur? Atau, anda mau diam ketika kemarahan menguasai anda? Membiarkan
dendam, kebencian, dan kebodohan menguasai, bukanlah sifat asli anda. Anda
harus mematikan sisi mineral anda yang membuat anda berkarat seperti cangkul
yang tidak pernah dipakai itu.
Setelah anda mati sebagai mineral, anda akan tumbuh sebagai
tumbuhan yang hanya punya satu kehendak plus satu aturan ciptaan anda. Kalau mood anda ingin berbuah, sepanjang musim
kerja anda cuma berbuah. Kalau lagi senang merambat, anda tidak punya aktivitas
lain yang lebih hebat ketimbang menempelkan diri, lalu merambatkannya di pohon
lain. Kalau lagi senang mengisap sumber energi orang lain, anda terus-terusan
jadi benalu. Begitulah, fase tumbuhan akan menunjukkan kalau anda masih sangat
statis walaupun sedikit lebih baik daripada mineral.
Sekarang, setelah sifat tumbuhan dalam diri anda itu mati,
anda lahir kembali menjadi makhluk yang berbeda, anda menjadi hewan. Hewan
dipenuhi dengan hasrat. Kalau mineral tidak punya keinginan, dan tumbuhan hanya
punya satu keinginan, maka seluruh diri hewan anda adalah keinginan. Terhadap
kenyataan, hewan tidak mau ambil pusing memikirkannya, yang ada dalam dirinya
cuma kata, “Aku ingin ini!” Kalau orang lain yang lebih tahu dari anda bilang,
“Tidak bisa, sayang, ini berbahaya!”, anda sebagai hewan tidak mau tahu dan
terus menyeruduk untuk mendapatkannya.
Setelah menjadi hewan, anda menjadi manusia. Menjadi manusia
adalah suatu fase campuran setelah kematian demi kematian yang anda lewati.
Maksudnya, anda tidak harus kaget kalau di dalam diri anda ternyata ada banyak
keinginan, tapi juga penuh dengan pertimbangan. Suatu kali, manusia hanya bisa
diam seperti mineral, pada hari lain, dia bisa malas seperti tumbuhan, lain
hari lagi dia bisa benar-benar menjadi agresor, menyerang dan menjatuhkan
korban. Dan, dia juga bisa setaat malaikat. Tapi, sisi lain yang dimiliki
manusia dan tidak dimiliki yang lainnya adalah kreativitas. Manusia bisa
menafsirkan perintah Allah sesuai dengan kemampuan dan pengalamannya. Tidak
seperti malaikat yang sami’na wa atha’na,
yang artinya: kami dengar lalu kami laksanakan. Manusia menafsir,
mempertimbangkan berbagai kemungkinan penggunaan ayat. Kelebihan inilah yang
sebenarnya bisa membuat manusia melampaui kemuliaan malaikat.
Setelah selesai semua urusan anda di dunia ini, setelah anda
melewati kematian demi kematian anda sebagai mineral, tumbuhan, hewan, dan
manusia, jadilah anda makhluk penuh cahaya yang kemuliaannya setingkat di atas
malaikat. Anda harus melalui fase itu melalui kubur.
Walhasil, anda terus-terusan mati dari satu bentuk, buat
hidup sebagai bentuk yang lainnya lagi. Hidup anda dimulai dengan sebuah
perubahan, berlangsung bersama perubahan, dan akan berakhir melalui perubahan.
Jadi, kenapa takut mati? Cuma perubahan, kok. Siapkan saja bekal untuk
perubahan ittu!
0 komentar:
Posting Komentar